Breaking News

Selasa, 04 Juli 2017

Puncak Syawal di Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ)



Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), terletak di Jalan Ir. Sutami Nomor 40 Kentingan Jebres, Surakarta, Jawa Tengah, atau di sebelah kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Taman satwa ini terletak cukup strategis karena terletak di pinggiran kota sehingga mudah di jangkau.


Setiap tahun Taman Satwa Jurug Solo selalu mengadakan Pekan Syawalan, tahun ini dilaksanakan pada tanggal 25 Juni – 2 Juli 2017. Buka jam 07.30 – 17.00 WIB, dengan harga tiket Rp. 20.000, sementara untuk hari biasa harga tiket Rp. 6000 dan hari libur Rp. 7000.

Pada pekan syawalan di Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) ini yang paling ditunggu adalah puncak syawalan, yang dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 2 Juli 2017, karena pada puncak syawalan ini diadakan Kirab Joko Tingkir dan Pembagian 2000 Ketupat dan 2000 Apem.

Pada kirab kali ini Joko Tingkir diperankan oleh GPH. Mangkubumi yang merupakan putra Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwono (PB) XIII.  Kirab Joko Tingkir tahun ini dimulai dari depan gerbang Universitas Sebelas Maret (UNS). Kirab tersebut dimulai jam 9.00 WIB. Kirab akan berjalan menuju Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) dengan sendratari kitab.

Pawai diawali dengan kereta kencana yang dinaiki oleh GPH Mangkubumi yang berperan sebagai Joko Tingkir, para hulu balang, gunungan yang berisi ketupat dan apam, barisan berbaju pegawai keraton dan pemakai kostum batik ala Solo Batik Carnival.
Di tepi telaga sudah banyak masyarakat yang menanti, mereka berdesak-desakan untuk mendapatkan tempat di depan, sehingga dapat melihat Joko Tingkir dengan jelas. 

Sesampainya di telaga Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), Joko Tingkir berjalan menuju getek di pinggir telaga. Ia membawa tombak di tangan kanannya, tombak tersebut pada ujungnya terdapat bunga melati. Joko Tingkir menggunakan pakaian beskap hitam sehingga terlihat lebih wibawa. Di belakang Joko Tingkir tampak tiga orang abdi dalem yang mengikutinya. Tiba-tiba dari tengah telaga terlihat adanya gerakan yang membuat burung-burung yang bertengger pada dahan-dahan pohon berterbangan karena merasa terganggu.
Ternyata beberapa siluman telah menanti kedatangan Joko Tingkir, diantaranya  siluman buaya. Joko Tingkir dan para pengawalnya tidak gentar sedikit pun. Mereka justru mengarahkan getek agar mendarat di tengah telaga. Setelah turun, keduanya saling berhadapan, para siluman buaya lanngsung menyerang Joko Tingkir tanpa mengucap sepatah kata pun, karena kedigdayaan ilmu kanuragannya, hanya dengan tangan kosng para siluman dengan mudah dikalahkan. Para abdi dalem juga turut membantu Joko Tingkir untuk melawan para siluman buaya tersebut, mereka mengeluarkan berbagai jurus untuk mengalahkan para siluman yang menyerang mereka. Akhirnya Joko Tingkir melanjutkan perjalanan ke Demak Bintara dengan menaiki getek.

Cerita itu untuk menggambarkan perjuangan Joko Tingkir ke Demak Bintara untuk mengabdi kepada negara sesuai dengan amanah perguruannya. Berbagai rintangan dihadapinya, diantaranya pertempurannya dengan siluman buaya. Setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya, Joko Tingkir akhirnya diangkat menjadi senopati di Kerajaan Demak Bintara. Sosok Joko Tingkir dapat dijadikan teladan, walau ia berasal dari golongan bawah, ia punya optimisme untuk menjadi pemimpin, dan saat berhasil memimpin, ia tidak menutup mata terhadap orang kecil. Acara dilanjutkan dengan umbul donga (berdoa) untuk mengharap keselamatan atas bangsa dan negeri, umbul donga ini dilaksanakan di sebelah timur telaga dan dilanjutkan dengan pembagian 2000 Ketupat dan 2000 Apem.

 


Kegiatan ini sebagai bentuk ucapan syukur atas kemenangan umat Islam yang telah selesai berpuasa selama satu bulan.  Hal ini disimbolkan melalui gunungan Kupat dan Apem yang diarak dan dibagikan pada pengunjung di Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ). Pembagian kupat ini memilik filosofi dalam tradisi Jawa. Kupat merupakan singkatan aku lepat, aku ngaku lepat (Saya salah dan mengaku bersalah).

Pembagian apem baru dilaksanakan pada tahun ini, pembagian Apem dimaksudkan untuk mengenalkan Apem kepada masyarakat luas. Apem adalah makanan tradisional yang dibuat dari tepung beras yang didiamkan semalam dengan mencampurkan telur, santan, gula dan tape serta sedikit garam, kemudian dibakar atau dikukus. Bentuknya mirip serabi tetapi lebih tebal dan kecil.

Menurut legenda, kue ini dibawa oleh Ki Ageng Gribig yang merupakan keturunan Prabu Brawijaya, setelah kembali dari tanah suci. Ia membawa oleh-oleh tiga jenis makanan, karena jumlah yang dibawa terlalu sedikit, maka kue itu dibuat ulang oleh istrinya, kemudian itu kue-kue tersebut dibagikan kepada penduduk setempat, mereka berebut untuk mendapatkan kue tersebut, sehingga Ki Ageng Gribig meneriakkan kata “yaqowiyu” yang artinya Tuhan berilah kekuatan. 

Makanan itu kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai kue Apem, yakni berasal dari saduran bahasa arab “affan” yang berarti ampunan. Tujuannya agar masyarakat terdorong selalu memohon ampun kepada Allah SWT. Lambat laut kebiasaan membagi-bagikan kue Apem ini berlanjut pada acara menjelang bulan Ramadhan.

Dalam budaya Jawa, kue Apem dibuat menjelang bulan Ramadhan. Kue-kue Apem tersebut kemudian diantarkan ke masjid-masjid atau mushola. Tujuannya adalah memohon ampun sebelum menjalankan ibadah puasa, serta perwujudan syukur atas rezeki yang telah diberikan Allah SWT selama ini. Tradisi ini dikenal dengan istilah “Megengan”. Megengan berasal dari bahasa Jawa “megeng” berarti menahan diri, jadi dapat diartikan sebagai puasa itu sendiri. Ternyata tradisi ini mempunyai makna yang luar biasa, yang sering kali kita tidak tahu maknanya.

Puncak Syawalan di Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) begitu meriah dan begitu banyak pengunjungnya, sehingga perlu perjuangan untuk menyaksikan Joko Tingkir dari dekat dan untuk mendapatkan Ketupat dan Apem, harus rela berdesak-desakan dan kadang-kadang terinjak kakinya, tapi itu menjadi kebahagian tersendiri ketika kita dapat menyaksikan secara langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed Template By Blogger Templates - Powered by BeGeEm